imabapamekasan.id : Budaya literasi secara sederhana dapat diartikan sebagai alat untuk membaca dan memahami masyarakat suatu bangsa tertentu. Masalah literasi telah berkembang menjadi topik yang sangat menarik untuk dibahas, khususnya bagi kalangan pondok pesantren yang menyadari bahwa saat ini para santri sedang mengalami kemunduran. Kemunduran ini antara lain disebabkan oleh kemajuan teknologi dan informasi. Dampak positif kemajuan teknologi dan informasi bagi kalangan pondok pesantren adalah mudahnya dan keterjangkauannya akses online bagi kalangan pondok pesantren untuk mencari sumber pendidikan atau literatur keislaman. Selain memberikan dampak positif, kemajuan teknologi dan informasi berdampak negatif terhadap sastra di pondok pesantren, sehingga menyulitkan kalangan pondok pesantren pesantren untuk membaca terlebih lagi menulis, padahal kedua faktor tersebut merupakan tradisi pondok pesantren.
Di tengah derasnya arus transformasi ini, pesantren sebagai institusi pendidikan Islam paling tua di Indonesia menduduki posisi yang strategis namun penuh tantangan. Pada satu aspek, pesantren diharapkan untuk mempertahankan tradisi keilmuan klasik yang menekankan pada nilai-nilai etika, kesopanan, dan dimensi spiritual. Pada aspek lainnya, pesantren juga diwajibkan untuk menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi guna menghindari keterbelakangan dalam pengelolaan pengetahuan dan kegiatan dakwah di lingkungan digital.
Dalam proses pembelajaran di pesantren, ilmu-ilmu keIslaman memang menjadi prioritas utama, untuk tidak mengatakan satu-satunya. Hal ini antara lain tampak dari kurikulum yang berlaku. Sebagaimana diketahui, kitab kuning berisi pembahasan tentang berbagai ilmu ke Islaman tradisional, yang dalam banyak aspek tidak memiliki hubungan langsung dengan ilmu-ilmu modern. Sistem pembelajaran tradisional yang berlaku pada pesantren tradisional mulai diseimbangkan dengan sistem pembelajaran modern. Dalam aspek kurikulum, misalnya, pesantren tidak lagi hanya memberikan mata pelajaran ilmu-ilmu Islam, tetapi juga ilmu-ilmu umum modern yang diakomodasi dari kurikulum pemerintah. Ada pesantren yang memperbaharui sistem pendidikan dengan menciptakan model pendidikan modern yang tetap mempertahankan sistem pengajaran klasik (wetonan, bandongan) dan materi kitab kuning, tetapi dengan teknik pengajaran, materi pelajaran, sarana dan prasarana yang didesain berdasarkan sistem pendidikan modern. Modifikasi pendidikan semacam ini telah diujicobakan oleh beberapa pesantren seperti Darussalam (Gontor), As-Salam (Pabelan-Surakarta), Darun Najah (Jakarta), dan al-Amin (Madura).
Dengan transformasi yang terjadi baik dalam aspek budaya, sistem, dan nilai di pondok pesantren, pesantren yang dulunya dikenal sebagai salafiyah (tradisional) kini telah bertransformasi menjadi khalafiyah (modern). Transformasi ini merupakan jawaban atas kritik terhadap pesantren dalam arus perubahan zaman. Untuk lebih spesifik dalam mengidentifikasi pesantren modern, berikutadalah beberapa ciri khasnya:1) Penekanan pada bahasa Arab percakapan; 2) Penggunaan literatur bahasa Arab kontemporer (bukan kitab kuning klasik); 3) Memiliki sekolah formal dengan kurikulum Diknas dan/atau Kemenag; 4) Tidak menggunakan sistem pengajian tradisionalseperti sorogan, wetonan, dan bandongan. Namun, kriteria-kriteria ini tidak selalu terpenuhi oleh semua pesantren yang mengklaim sebagai modern. Contohnya, Pondok Modern Gontor yang menekankan penggunaan bahasa Arab kontemporer dan cara berpakaian ala Barat, tetapi tidak memiliki sekolah formal dengan kurikulum yang diakui pemerintah.
Pesantren modern harus memiliki kemampuan untuk memahami pola perubahan dan dampaknya agar dapat menghasilkan generasi yang tidak hanya pintar secara akademis tetapi juga berakhlak baik. Karena ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki dampak positif dan negatif, Salah satunya adalah orientasi pendidikan yang terlalu akademik, tanpa cukup memperhatikan kecakapan hidup yang diperlukan oleh para santri. Selain itu, nilai-nilai kesederhanaan dan kemandirian yang dulu ditanamkan di pesantren tradisional kini semakin tergerus. Persaingan ketat di era globalisasi menuntut pesantren modern untuk menghasilkan generasi yang mampu berkompetisi secara global. Selain itu, tantangan ekonomi Indonesia yang lemah menuntut pesantren untuk menghasilkan lulusan yang siap menghadapi tantangan pasar kerja. Mutu pendidikan juga menjadi isu penting, di mana pesantren harus mampu bersaing dengan sekolah-sekolah luar yang terus meningkatkan kualitasnya.
Untuk menghadapi tantangan ini, pesantren harus terlebih dahulu mengidentifikasi masalah yang ada. Hal ini merupakan langkah penting untuk menentukan solusi yang tepat. Selain itu, pesantren juga harus menyadari bahwa pendidikan tidak bisa lepas dari proses globalisasi. Reformasi dalam sistem pendidikan diperlukan untuk menciptakan sistem yang komprehensif danfleksibel, memungkinkan para lulusan berfungsi secara efektif dalam masyarakat global yang demokratis. Pesantren di Indonesia, sebagai lembaga pendidikan tradisional Islam, telah mengalami transformasi yang signifikan dalam upaya untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman. Pesantren modern tidak hanya berfokus pada pengajaran kitab-kitab klasik tetapi juga mengadopsi literatur kontemporer dan menerapkan kurikulum yang diakui secara nasional maupun internasional. Dengan demikian, pesantren modern memiliki peran yang sangat strategis dalam membentuk generasi muda yang berakhlak mulia dan berpengetahuan luas, siap menghadapi tantangan globalisasi, dan mampu berkontribusi positif dalam masyarakat.
Oleh : St. Aisyah
