Rabu, November 26, 2025
Image Slider

Pesantren sebagai Benteng Literasi: Mendorong Inovasi ditengah Tradisi

imabapamekasan.id : Budaya literasi secara sederhana dapat diartikan sebagai alat untuk membaca dan memahami masyarakat suatu bangsa tertentu. Masalah literasi telah berkembang menjadi topik yang sangat menarik untuk dibahas, khususnya bagi kalangan pondok pesantren yang menyadari bahwa saat ini para santri sedang mengalami kemunduran. Kemunduran ini antara lain disebabkan oleh kemajuan teknologi dan informasi. Dampak positif kemajuan teknologi dan informasi bagi kalangan pondok pesantren adalah mudahnya dan keterjangkauannya akses online bagi kalangan pondok pesantren untuk mencari sumber pendidikan atau literatur keislaman. Selain memberikan dampak positif, kemajuan teknologi dan informasi berdampak negatif terhadap sastra di pondok pesantren, sehingga menyulitkan kalangan pondok pesantren pesantren untuk membaca terlebih lagi menulis, padahal kedua faktor tersebut merupakan tradisi pondok pesantren.

Di tengah derasnya arus transformasi ini, pesantren sebagai institusi pendidikan Islam paling tua di Indonesia menduduki posisi yang strategis namun penuh tantangan. Pada satu aspek, pesantren diharapkan untuk mempertahankan tradisi keilmuan klasik yang menekankan pada nilai-nilai etika, kesopanan, dan dimensi spiritual. Pada aspek lainnya, pesantren juga diwajibkan untuk menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi guna menghindari keterbelakangan dalam pengelolaan pengetahuan dan kegiatan dakwah di lingkungan digital.  

Dalam proses pembelajaran di pesantren, ilmu-ilmu keIslaman memang menjadi prioritas utama, untuk tidak mengatakan satu-satunya. Hal ini antara lain tampak dari kurikulum yang berlaku. Sebagaimana diketahui, kitab kuning berisi pembahasan tentang berbagai ilmu ke Islaman tradisional, yang dalam banyak aspek tidak memiliki hubungan langsung dengan ilmu-ilmu modern. Sistem pembelajaran tradisional yang berlaku pada pesantren tradisional mulai diseimbangkan dengan sistem pembelajaran modern. Dalam aspek kurikulum, misalnya, pesantren tidak lagi hanya memberikan mata pelajaran ilmu-ilmu Islam, tetapi juga ilmu-ilmu umum modern yang diakomodasi dari kurikulum pemerintah. Ada pesantren  yang  memperbaharui  sistem  pendidikan  dengan  menciptakan  model pendidikan modern yang tetap mempertahankan sistem pengajaran klasik (wetonan, bandongan) dan materi kitab  kuning,  tetapi  dengan  teknik  pengajaran,  materi  pelajaran,  sarana  dan  prasarana  yang  didesain berdasarkan  sistem  pendidikan  modern. Modifikasi pendidikan semacam ini telah diujicobakan oleh beberapa pesantren seperti Darussalam (Gontor), As-Salam (Pabelan-Surakarta), Darun Najah (Jakarta), dan al-Amin (Madura).

Dengan  transformasi  yang  terjadi  baik  dalam  aspek  budaya,  sistem,  dan  nilai  di  pondok  pesantren, pesantren yang dulunya dikenal sebagai salafiyah (tradisional) kini telah bertransformasi menjadi khalafiyah (modern). Transformasi ini merupakan jawaban atas kritik terhadap pesantren dalam arus perubahan zaman. Untuk lebih spesifik dalam mengidentifikasi pesantren modern, berikutadalah beberapa ciri khasnya:1) Penekanan pada bahasa Arab percakapan; 2) Penggunaan literatur bahasa Arab kontemporer (bukan kitab kuning  klasik);  3) Memiliki  sekolah  formal  dengan  kurikulum  Diknas  dan/atau  Kemenag;  4) Tidak menggunakan sistem pengajian tradisionalseperti sorogan, wetonan, dan bandongan. Namun,  kriteria-kriteria  ini  tidak  selalu  terpenuhi  oleh  semua  pesantren  yang  mengklaim  sebagai modern.  Contohnya,  Pondok  Modern  Gontor  yang  menekankan  penggunaan  bahasa  Arab  kontemporer  dan cara  berpakaian  ala  Barat, tetapi tidak  memiliki  sekolah  formal  dengan  kurikulum  yang  diakui  pemerintah.

Pesantren  modern harus memiliki  kemampuan  untuk  memahami  pola  perubahan  dan  dampaknya  agar  dapat  menghasilkan  generasi yang tidak hanya pintar secara akademis tetapi juga berakhlak baik. Karena ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki  dampak  positif  dan  negatif,  Salah   satunya   adalah orientasi  pendidikan  yang  terlalu  akademik,  tanpa  cukup  memperhatikan  kecakapan  hidup  yang  diperlukan oleh  para  santri.  Selain  itu,  nilai-nilai  kesederhanaan  dan  kemandirian  yang  dulu  ditanamkan  di  pesantren tradisional kini semakin tergerus. Persaingan  ketat di  era  globalisasi  menuntut  pesantren  modern  untuk  menghasilkan  generasi  yang mampu berkompetisi secara global. Selain itu, tantangan ekonomi Indonesia yang lemah menuntut pesantren untuk menghasilkan lulusan yang siap menghadapi tantangan pasar kerja. Mutu pendidikan juga menjadi isu penting,  di  mana  pesantren  harus  mampu  bersaing  dengan  sekolah-sekolah  luar  yang  terus  meningkatkan kualitasnya.

Untuk menghadapi tantangan ini, pesantren harus terlebih dahulu mengidentifikasi masalah yang ada. Hal ini merupakan langkah penting untuk menentukan solusi yang tepat. Selain itu, pesantren juga harus menyadari bahwa pendidikan tidak bisa lepas dari proses globalisasi.  Reformasi  dalam  sistem  pendidikan  diperlukan untuk  menciptakan  sistem  yang  komprehensif  danfleksibel, memungkinkan  para  lulusan  berfungsi  secara efektif   dalam  masyarakat  global   yang demokratis.  Pesantren di Indonesia, sebagai lembaga pendidikan tradisional Islam, telah mengalami transformasi yang signifikan dalam upaya untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman. Pesantren  modern  tidak  hanya  berfokus  pada pengajaran kitab-kitab klasik tetapi juga mengadopsi literatur kontemporer dan menerapkan kurikulum yang diakui  secara  nasional  maupun  internasional. Dengan  demikian,  pesantren  modern  memiliki  peran  yang sangat  strategis  dalam  membentuk  generasi  muda  yang  berakhlak  mulia  dan  berpengetahuan  luas,  siap menghadapi  tantangan  globalisasi,  dan  mampu berkontribusi  positif  dalam  masyarakat.

Oleh : St. Aisyah

Terkini

PilihanImaba

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini