Arinal Haq Fauziah
Pulau Madura yang didominasi oleh masyarakat Muslim dikenal memiliki nilai-nilai religius yang sangat tinggi di kalangan warganya. Masyarakat Madura sangat mengutamakan nilai-nilai agama Islam sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan, baik dalam aspek hubungan pribadi dengan Allah maupun hubungan dengan sesama manusia. Selain itu, masyarakat Madura memiliki keterikatan sosial yang kuat antara satu sama lain. Kedua hal tersebut yang menjadi fondasi adanya hubungan sosial yang tinggi serta kepedulian yang mendalam antar individu di daerah tersebut.
Salah satu bentuk implementasi dari adanya harmoni sosial di daerah Madura yakni pelestarian silaturahmi yang dilakukan sebagai bentuk nilai religius dan sosial yang dimiliki. Uniknya, silaturahmi yang dilakukan oleh masyarakat Madura berbeda dengan yang ada di daerah lainnya. Hal tersebut sebab silaturahmi yang dilakukan oleh masyarakat Madura terlaksana dalam salah satu budayanya yakni budaya ter-ater.[1] Budaya ter-ater memiliki makna yang kuat dalam aspek religius dan harmoni sosial dan pelaku utamanya yakni adalah perempuan Madura. Perempuan Madura yang menjadi subjek utama dalam merawat dan melestarikan budaya lokal ter-ater yang ada di Madura.
Urgensi dari isu yang diangkat yakni untuk memberikan gambaran tentang perempuan Madura yang memiliki peran yang sangat krusial dalam kehidupan masyarakat. Perempuan Madura yang dianggap sebagai pelengkap laki-laki Madura nyatanya memiliki dampak yang signifikan terhadap budaya dan identitas Madura dalam aspek budaya ter-ater.[2] Hal ini disebabkan budaya ter-ater menjadi bagian yang tidak terpisahkan dan subjek utama yang menjalankan budaya tersebut secara keseluruhan adalah perempuan Madura.
Tujuan dari mengangkat isu mengenai peran perempuan Madura dalam melestarikan budaya ter-ater yakni untuk menganalisis bagaimana perempuan Madura menjadikan budaya ter-ater sebagai budaya yang kaya akan makna dalam aspek religius dan juga sosial. Budaya ter-ater menjadi penguat hubungan sosial antara satu sama lain serta menjadi sebuah amalan yang menjadi ladang pahala bagi para perempuan Madura. Maka dari hal tersebut, budaya ter-ater terus dilestarikan di era modern dan para perempuan generasi muda tidak melupakan budaya yang diwariskan oleh para leluhur tersebut.
Ter-Ater sebagai Identitas Para Perempuan Madura
Ter-ater merupakan budaya yang terus dilestarikan oleh para perempuan Madura.Ter-ater merupakan sebuah budaya membagikan makanan kepada para kerabat dan tetangga yang dilakukan oleh para perempuan di daerah Madura.[3] Umumnya ter-ater dilakukan ketika di dalam satu keluarga tersebut sedang mengadakan sebuah acara seperti pernikahan, maulid Nabi Muhammad SAW, pengajian, serta acara yang lain. Namun seiring berjalannya waktu, budaya ter-ater menjadi sebuah kebiasaan yang tidak dapat ditinggalkan sehingga meskipun tidak ada acara apapun, para perempuan Madura tetap membagi-bagikan makanan yang dimiliki kepada sanak saudara dan tetangga.

Gambar 1:3 (sumber: Web RadarMadura)
Para perempuan Madura menjadi subjek utuh yang menjadi pelopor budaya ter-ater disebabkan dalam implementasi budaya tersebut, para perempuan Madura yang mengerjakan segala hal yang berkaitan dengan budaya ter-ater. Budaya ter-ateryang diawali dengan memasak makanan yang akan dibagikan dan urusan dapur dalam masyarakat Madura selalu ditangguhkan kepada para perempuan. Kemudian setelah makanan selesai dimasak, para perempuan Madura juga yang akan mengantarkan makanan-makanan tersebut kepada para kerabat dan tetangga. Bahkan, para perempuan Madura juga yang bertugas untuk menerima makanan yang dibagikan oleh tetangga yang membagikan makanan.

Gambar 2:3 (sumber: BeritaJatim.com)
Pada implementasi budaya ter-ater yang cakupannya berskala lebih besar seperti upacara pernikahan dan maulid Nabi Muhammad SAW, para perempuan Madura membantu tetangga ataupun kerabatnya yang sedang mengadakan acara tersebut. Bantuan yang diberikan mencakup membantu memasak makanan yang akan dibagikan, membantu mendistribusikan kepada para tetangga dan kerabat yang lain serta membantu membereskan segala hal yang berkaitan seperti membantu mencuci piring serta peralatan lain yang digunakan untuk memasak makanan tersebut. Bantuan yang diberikan juga akan diberi upah dengan makanan yang dapat dibawa pulang oleh para perempuan Madura di daerah tersebut.
Para perempuan Madura yang menjadi penggerak utama budaya ter-ater menjadi sebuah cerminan dari ikatan emosional yang dimiliki dan diimplementasikan dalam hal yang positif. Budaya ter-ater menjadi sebuah ajang pemersatu para masyarakat Madura terkhusus perempuan dan jalinan serta keterikatan sosial yang dimiliki menjadi semakin kuat. Keharmonisan sosial serta kerukunan yang dirasakan oleh para masyarakat Madura disebabkan oleh pelestarian budaya ter-atertersebut dari masa ke masa.
Budaya ter-ater menjadi ruang agar para perempuan Madura dapat bercengkerama satu sama lain dan saling menebarkan dan membagikan kebaikan lewat makanan yang diberikan.[4] Implementasi budaya ter-ater juga sangat sering dilakukan oleh perempuan Madura. salah satu contohnya pada bulan Muharrom yakni ter-ater tajin sorah, pada bulan Shaffar ter-ater tajin sappar, pada bulan Rabiul Awal ter-ater berkat nasek, pada bulan Rabiul Akhir ter-ater alasor serta yang lainnya. Bahkan terdapat pula ter-ater yang dilakukan setiap malam Jum’at dan hari-hari lainnya.

Gambar 3:5 (sumber Lontar Madura)
Budaya ter-ater juga sangat berkaitan erat dengan nilai religius yang tinggi dalam proses implementasi budaya tersebut.[5] Budaya ter-ater dalam aspek religius adalah bentuk ungkapan perempuan Madura yang memiliki nilai keikhlasan, kepedulian serta nilai-nilai sedekah yang ingin terus dipupuk untuk mendapatkan pahala dan ridho Allah. Budaya ter-ater tidak hanya dijalankan oleh para perempuan Madura yang memiliki status sosial yang tinggi, akan tetapi seluruh perempuan Madura mengimplementasikan budaya berbagi makanan tersebut sebab ter-ater tidak berpatokan terhadap materi atau bentuk makanan yang diberikan akan tetapi niat dan kebaikan yang ingin disalurkan.
Makanan menjadi pilihan untuk dijadikan sebagai objek utama yang dibagikan oleh para perempuan Madura sebab masyarakat Madura memiliki pemikiran bahwa kebutuhan mendasar yang paling dibutuhkan adalah makanan. Selain itu, nilai makanan juga menjadi lebih bermakna sebab langsung diberikan dan dibagikan kepada orang yang lapar dibandingkan dengan uang dan juga materi lainnya yang tidak dapat memberikan efek langsung terhadap individu tersebut.
Nilai religius yang tertanam dalam budaya ter-ater juga tergambar padabentuk pendidikan dan pengetahuan yang secara tidak langsung diberikan kepada para generasi muda yang ada di Madura. Terdapat sebuah etika yang harus dilakukan pada saat mendistribusikan makanan-makanan yang akan diberikan sehingga membentuk pribadi yang memiliki rasa hormat serta nilai-nilai etika yang tinggi terhadap generasi penerus. Selain itu, perempuan Madura yang menjadi seorang ibu juga mampu mengajarkan kepada anak-anaknya lewat budaya ter-ater tentang nilai-nilai religius seperti pentingnya bersedekah kepada orang lain dan juga menjaga kerukunan antara individu dengan individu yang lain.
Budaya ter-ater merepresentasikan identitas masyarakat Madura yang melekat terutama dalam peran perempuan Madura yang mempraktikkannya sebagai wujud implementasi etika sosial yang sangat di junjung tinggi oleh perempuan Madura. Bagi perempuan Madura, budaya ter-ater bukan sekadar tradisi yang harus dilestarikan melainkan sebuah simbol yang apabila tidak dilaksanakan dapat mengurangi esensi identitas sebagai bagian dari masyarakat Madura yang penuh dengan nilai religius dan norma etika.
Bentuk implementasi budaya ter-ater yang dilakukan oleh perempuan Madura juga berhubungan erat dengan niat juang para perempuan Madura untuk saling membantu dalam hal ekonomi antar keluarga dan sesama masyarakat. Para perempuan Madura percaya bahwa bantuan kecil yang diberikan lewat makanan yang dibagikan tersebut dapat sedikit mengurangi beban keluarga masyarakat Madura dalam aspek ekonomi dan mengurangi pengeluaran dalam satu keluarga tersebut. Selain itu, budaya ter-ater juga sebagai bentuk implementasi rasa syukur para masyarakat Madura terhadap rejeki yang didapatkan sehingga juga membagikan rejeki tersebut kepada orang-orang yang ada di sekitarnya. Sumber ekonomi masyarakat Madura yang sebagian besar berasal dari sektor pertanian dan perikanan menjadi alasan utama mengapa dalam tradisi ter-ater makanan dipilih sebagai objek utama untuk diberikan.
Budaya ter-ater memiliki manfaat yang besar yang menjadi alasan utama para perempuan Madura terus melestarikannya meskipun arus modernisasi semakin kuat. Generasi muda juga turut menjaga dan melestarikan budaya ter-ater sehingga ter-ater tetap eksis meskipun terdapat perkembangan zaman. Budaya ter-ater berperan sebagai medium pendidikan karakter yang mencerminkan nilai kebersamaan, kedermawanan, serta penghormatan terhadap orang lain yang ditanamkan sejak dini kepada generasi berikutnya. Dengan demikian, budaya ter-ater bukan sekadar warisan tradisi, tetapi juga cara membentuk identitas dan karakter kuat dalam menghadapi berbagai tantangan modernisasi yang kian pesat.
Budaya ter-ater yang dijalankan oleh perempuan Madura menjadi sebuah manifestasi dari identitas, nilai religius, dan etika sosial masyarakat Madura. Melalui kegiatan berbagi makanan, perempuan Madura memainkan peran penting dalam memperkuat ikatan sosial dan membina harmoni di lingkungan mereka. Budaya ter-ater memiliki kompleksitas makna dan menjadi simbol dari kepedulian dan keikhlasan yang berakar kuat dalam agama dan budaya lokal, serta menjadi medium pendidikan karakter bagi generasi muda. Nilai-nilai yang ditanamkan seperti kebersamaan, kedermawanan, dan penghormatan, tidak hanya mempertahankan identitas budaya Madura tetapi juga menjadi fondasi kokoh dalam menghadapi tantangan modernisasi. Ter-ater menunjukkan bahwa meskipun zaman terus berubah, akar budaya dan nilai kemanusiaan tetap dapat bertahan dan relevan di era modern.
DAFTAR PUSTAKA
Afandi, A., Sayyi, A., & Mukit, A. (2023). Pembinaan Peningkatan Kesadaran Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak Melalui Kolom Kamrat di Kelurahan Lawangan Daya Pademawu Pamekasan. Al-Ridha: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat, 1(2), 71-84. https://doi.org/10.58223/al-ridha.v1i2.79
Holis, K., & Silvia, A. (2024). Relasi Agama dan Kearifan Lokal dalam Tradisi Ter-Ater di Pamekasan, Indonesia. Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan dan Keagamaan, 19(1), 35-52. https://doi.org/10.37680/adabiya.v19i1.3702
Shiddiq, Ahmad,. “Ater-Ater, Tradisi yang Merekatkan dan Mendekatkan Masyarakat Madura” Ar-Rahim.Id diakses dari https://arrahim.id/as/ater-ater-tradisi-yang-merekatkan-dan-mendekatkan-masyarakat-madura/ pada tanggal 26 Oktober 2024 Pukul 22.05
Wardi, M. W. M. (2013). Tradisi Ter-ater dan dampak ekonomi bagi masyarakat Madura. KARSA Journal of Social and Islamic Culture, 40-57. https://doi.org/10.19105/karsa.v20i2.30
Widigdha, Aryya Dwisatya,. “Ater-Ater, Budaya Daerah yang Kaya Makna” Kompasiana.com diakses dari https://www.kompasiana.com/a.dwisatya/552feb7c6ea83471678b4577/ater-ater-budaya-daerah-yang-kaya-makna pada tanggal 26 Oktober 2024 pukul 22.12
[1] Afandi, A., Sayyi, A., & Mukit, A. (2023). Pembinaan Peningkatan Kesadaran Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak Melalui Kolom Kamrat di Kelurahan Lawangan Daya Pademawu Pamekasan. Al-Ridha: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat, 1(2), 71-84. https://doi.org/10.58223/al-ridha.v1i2.79
[2] Shiddiq, Ahmad,. “Ater-Ater, Tradisi yang Merekatkan dan Mendekatkan Masyarakat Madura” Ar-Rahim.Id diakses dari https://arrahim.id/as/ater-ater-tradisi-yang-merekatkan-dan-mendekatkan-masyarakat-madura/ pada tanggal 26 Oktober 2024 Pukul 22.05
[3] Wardi, M. W. M. (2013). Tradisi Ter-ater dan dampak ekonomi bagi masyarakat Madura. KARSA Journal of Social and Islamic Culture, 40-57. https://doi.org/10.19105/karsa.v20i2.30
[4] Widigdha, Aryya Dwisatya,. “Ater-Ater, Budaya Daerah yang Kaya Makna” Kompasiana.com diakses dari https://www.kompasiana.com/a.dwisatya/552feb7c6ea83471678b4577/ater-ater-budaya-daerah-yang-kaya-makna pada tanggal 26 Oktober 2024 pukul 22.12
[5] Holis, K., & Silvia, A. (2024). Relasi Agama dan Kearifan Lokal dalam Tradisi Ter-Ater di Pamekasan, Indonesia. Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan dan Keagamaan, 19(1), 35-52. https://doi.org/10.37680/adabiya.v19i1.3702
